beritajakartaa.com – Kehilangan barang individu di ruang umum pasti menjadi pengalaman yang tidak menggembirakan untuk siapa saja. Begitupun yang dirasakan oleh Rahmi Sofia, seorang pemakai model transportasi MRT Jakarta.
Bagaimana tidak, Rahmi harus terima realita jika sepeda yang umum dia parkir tiap hari di tempat MRT tiba-tiba hilang saat pulang dari kerja.
Di hari peristiwa, Rahmi merasakan sepedanya sudah lenyap dari tempat umumnya dia parkir. Pada keadaan cemas, dia selekasnya mengontak faksi keamanan MRT untuk minta kontribusi.
Respon faksi MRT cukup responsive. Dengan cepat, petugas keamanan lakukan pengujian lewat rekaman CCTV dan memberi akses visual ke Rahmi untuk pastikan peristiwa.
“Alhamdulillah faksi MRT benar-benar kooperatif dan menolong untuk melihatkan CCTV-nya,” tutur Rahmi seperti diambil akun X @somexthread pada Jumat (18/4/2025).
Dari rekaman itu, kelihatan terang seorang aktor yang kenakan topi, masker, dan jaket hitam sedang bawa pergi sepeda punya Rahmi. Tetapi, walaupun bukti visual telah ada, tidak seluruhnya proses dapat segera diteruskan.
Faksi MRT menerangkan jika rekaman CCTV itu cuma dapat diberikan dengan sah bila ada laporan dari kepolisian. Ini karena CCTV adalah sisi dari tanda bukti pada proses hukum.
“Jika cuma untuk disaksikan saja, barangkali dapat kami perlihatkan. Tetapi untuk memperoleh file-nya harus lewat permintaan sah dari faksi kepolisian,” terang seorang petugas.
Rahmi juga ditujukan untuk membikin laporan kehilangan ke kantor Polsek Setia Budi. Tetapi, rintangan tidak stop di sana.
Sayang, seperti umumnya warga umumnya, Rahmi tidak mempunyai kuitansi itu karena pembelian sepeda telah dilaksanakan lumayan lama.
“Jika ingin melapor polisi kehilangan barang harus terdapat bukti pemilikan barang. Nach bukti pemilikan ini harus punyai kuitansi,” sebut ia.
Pada keadaan itu, Rahmi ditujukan untuk “membuat” kuitansi baru. Perintah ini memunculkan masalah benar, karena cukup banyak warga yang menanyakan apa perlakuan itu bisa digolongkan sebagai pemalsuan document.
“Kuitansi jika kita berbelanja sudah ilang donk, diminta membuat. Nach kita membuat dahulu ya. Seingatku membeli sepeda dahulu pada harga Rp3,3 juta-an,” tambah Rahmi kembali.
Warganet juga menyikapi pengalaman Rahmi ini dengan berbagai ragam komentar krisis. Banyak yang menyorot begitu sulitnya proses laporan kehilangan di Indonesia, yang dipandang malah perpanjang kesengsaraan korban.
“Namanya sisi dari pekerjaan menyulitkan warga, sudah biasa ini sih. Budaya sekali,” komentar akun @sar****.
“Diminta membuat kuitansi pembelian sama isilopnya? Ini bukanlah pemalsuan document namanya?” tulis @new****.
Dalam pada itu, akun @luc**** mencuplik pengakuan Prof. Mahfud MD pada sebuah podcast, “Jika kita kehilangan seekor sapi dan lapor ke polisi, karena itu ongkosnya dapat empat ekor sapi . Maka mending relakan saja.”
Walau Rahmi sebelumnya sempat merasa pesimis dan punya niat untuk merelakan sepeda itu, tetapi dia menyampaikan kabar bila sepedanya sudah sukses diketemukan karena kontribusi faksi MRT dan kepolisian.
“Telah dilaksanakan sejumlah perlakuan, dimulai dari check CCTV, pengaturan urutan, sampai pemeriksaan awalnya. Saya benar-benar tertolong dan mengharap peristiwa ini cepat usai dan aman untuk semuanya,” katanya.
Kejadian ini menyadarkan kita akan keutamaan mekanisme laporan yang efisien dan manusiawi, dan pentingnya pembelajaran ke warga berkenaan document pemilikan barang.
Disamping itu, memerlukan pembenahan dalam proses supaya warga tidak merasakan jika mekanisme hukum cuma merepotkan korban, bukan menjadi jalan keluar.